Senin, 26 Juli 2010

Perkawinan Raden Suryaputera

1. ADEGAN KERAJAAN MANDARAKA

Prabu Salya dihadap oleh putranya Raden Rukmarata dan patih Tuhayata serta para punggawa. Prabu Salya mengemukakan niatnya yang akan menyelenggarakan pesta besar memeriahkan perkawinan putri keduanya, Dewi Surtikanti dengan Prabu Duryudana, raja muda Negara Astina. Pembicaraan belum selesai datang tamu menantunya sendiri, Prabu Baladewa, dari Mandura, yang datang bersama Prabu Puntadewa dari Amarta yang disertai Bima, Nakula dan Sadewa. Mereka baru berkabar tentang keselamatan ketika kemudian datang menghadap patih Sangkuni sebagai utusan resmi Negara Astina, yang menanyakan waktu yang pasti kapan perkawinan antara Dewi Surtikanti dengan Prabu Duryudana dilaksanakan, karena rombongan keluarga Kurawa kini dalam persiapan menuju Mandaraka. Prabu Salya menjawab, pernikahan dapat dilaksanakan kapan saja, asalkan keluarga Kurawa telah memenuhi persyaratan yang diminta Dewi Surtikanti, yaitu patah (pengiring pengantin) berupa satria tampan yang berkulit mulus tanpa cacat. Setelah mendapat penjelasan Prabu Salya,patih Sangkuni segera pamit kembali ke Astina.

2. ADEGAN KEPUTRIAN MANDARAKA

Dewi Setyawati didampingi putrinya, Dewi Banowati menyambut kedatangan Prabu Salya. Dewi Setyawati menanyakan tentang waktu pernikahan Dewi Surtikanti dengan Prabu Duryudana. Prabu Salya menjelaskan, bahwa perkawinan baru bisa dilaksanakan setelah keluarga Astina memenuhi persyaratan yang diminta Dewi Surtikanti, yaitu patah pengantin berupa satria tampan yang berkulit mulus tanpa cacat. Prabu Salya kemudian mengajak Dewi Setyawati masuk ke sanggar pamujaan untuk memohon anugrah dewata agar perkawinan Dewi Surtikanti dengan Duryudana dapat terlaksana dengan baik.

3. ADEGAN LIMBUK dan CANGIK

(bisa ada, bisa tidak)

4. ADEGAN HALAMAN KRATON KERAJAAN MANDURA

Raden Burisrawa dihadap Raden Rukmarata dan patih Tuhayata. Mereka membicarakan tentang persiapan dan pengaturan pesanggrahan untuk para tamu yang akan menghadiri pesta perkawinan Surtikanti dengan Duryudana. Di tempat lain, patih Sangkuni memanggil Kartamarma, Durmagati , Citrayuda dan beberapa anak Kurawa lainnya, membicarakan tentang persyaratan yang diminta oleh Dewi Surtikanti. Setelah itu mereka kembali ke Astina.

5. ADEGAN DI KERAJAAN PETRAPRALAYA

Prabu Radeya dihadap putranya Raden Suryadirada, Dewi Suryawati dan patih Drumajaya. Prabu Radeya mencemaskan kepergian putra angkatnya Raden Suryaputra yang pergi tanpa pamit hanya karena diminta untuk menikah. Prabu Radeya kemudian menyuruh patih Drumajaya mencari Suryaputra dan mengajaknya kembali ke Petrapralaya.

6. ADEGAN DI KERAJAAN AWANGGA

Raja raksasa Prabu Kalakarna dihadap oleh emban Kidanganti dan punggawa Ditya Kalukurendra. Prabu Kalakarna mengemukakan keinginannya untuk dapat memperistri Dewi Surtikanti, putri dari Mandaraka. Prabu Kalakarna kemudian memerintahkan ditya Kalakurendra untuk menyampaikan surat lamaran ke negara Mandaraka.

7. ADEGAN DI PERBATASAN KERAJAAN MANDARAKA

Rombongan prajurit raksasa dari Awangga dibawah pimpinan Ditya Kalamangrang, Kalagutaka dan Kalakurendra bertemu dengan prajurit Mandaraka pimpinan Raden Rukmarata dan patih Tuhayata. Terjadi perselisihan pendapat yang berlanjut dengan peperangan. Ketika merasa terdesak, Ditya Kalamangrang menyuruh prajurit Awangga mengambil sikap mundur untuk mencari jalan lain.

8. GORO – GORO (Guyonan Punokawan)

Guyonan Gareng, Petruk dan Bagong. Sendagurau mereka terhenti dengan kedatangan Semar yang mengajak mereka untuk segera menyertai Raden Arjuna yang akan menghadap Bagawan Abiyasa

9. ADEGAN PERTAPAAN WUKIR RETAWU

Bagawan Ahiyasa menerima kedatangan cucunya, Raden Arjuna, Ikut pula menghatdap Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Setelah memberi nasehat seperlunya, Begawan Abi yasa meminta Arjuna untuk segera kembali ke Amarta karena ada hal penting yang harus dikerjakan.

  1. 10. ADEGAN DI DALAM HUTAN

Perjalannn Arjuna yang disertai punaka wan dihadang bala raksasa dari Petrapralaya. Terjadi peperangan. Banyak raksasa Petrapra laya yang mati oleh panah Arjuna, sedang kan yang lain lari menyelamatkan diri.

11. ADEGAN DI KERAJAAN ASTINA

Prabu Duryudana dihadap oleh Dursasa na, Durgempo, Citraksa dan Citraksi. Inti pembicaraan tentang persiapan keberang katan rombongan keluarga Kurawa ke Negara Mandaraka. Tak berapa lama datang meng hadap patih Sangkuni disertai Kartamarma dan Durmagatai. Patih Sangkuni melaporkan hasil pertemuannya dengan Prabu Salya. Prahu Salya baru bisa menentukan waktu pernikah an Prabu Duryudana dengan Dewi Surtikanti setelah keluarga Astina berhasil menyediakan patah (pengiring pengantin) berupa satria tampan, berkulit mulus tanpa cacat. Setelah berpikir agak lama, Prabu Duryudana meme rintahkan patih Sangkuni pergi ke Amarta untuk meminta bantuan Arjuna sebagai pengiring pengantin.

12. ADEGAN DI NEGARA AMARTA

Dewi Kunti dihadap oleh Arjuna. Dewi Kunti mengatakan hahwa keluarga Pandawa yang lain yaitu Puntadewa, Bima, Nakula dan Sadewa telah berangkat ke Mandaraka untuk menghadiri pesta pernikahan Duryudana dengan Dewi Surtikanti. Arjuna diminta menyusul. Sebelum Arjuna pergi datang patih Sangkuni yang mengatakan sebagai utusan resmi Prabu Duryudana, meminta bantuyan dan kesediaan Arjuna untuk menjadi patah pengantin. Atas persetujuan Dewi Kunti, Arjuna menerima permintaan Prabu Duryudana dan kemudian bersama-sama patih Sankuni menuju ke Astina.

13. ADEGAN DI KERAJAAN MANDARAKA

Prabu Salya didampingi Prabu Baladewa, Puntadewa, Bima, Nakula dan Sadewa, me nerima kedatangan Prabu Duryudana, patih Sangkuni dan keluarga Kurawa lainnya yang disertai dengan Arjuna. Prabu Salya baru akan menentukan waktu pernikahan Duryudana dengan Surtikanti, ketika datang seorang em ban yang melaporkan bahwa di kamar kepu trian Dewi Surtikanti kemasukan seorang pen­curi, seorang satria yang sengaja memadu kasih dengan Dewi Surtikanti. Prabu Salya kemu dian meminta Arjuna untuk pergi ke keputrian dan menangkap si pencuri. Arjuna pergi de ngan disertai Bima dan Prabu Baladewa.

14. ADEGAN DI KEPUTRIAN MANDARAKA

Dewi Surtikanti yang sedang memadu ka sih dengan Suryaputra kedatangan Arjuna. Terjadi pertentangan yang berlanjut dengan peperangan. Tak berapa lama datang Surya mirada dan Drumajaya, tapi niatnya memban tu Suryaputra gagal karena langsung dihadapi oleh Bima dan Prabu Baladewa. Perang seru kembali terjadi antara Suryaputra melawan Arjuna. Suatu ketika Suryaputra yang lengah berhasil ditusuk pelipisnya oleh keris Arjuna. Suryaputra berniat membalasnya, namun se belum keinginannya tercapai, datang Batara Narada melerai peperangan tersehut. Batara Narada kemudian menjelaskan kalau antara Suryaputra dengan Arjuna sebenarnya masih bersaudara satu ibu, karena Suryaputra adalah putra Dewi Kunti dengan Batara Surya yang ketika masih bayi dibuang ke sungai Gangga dan diambil anak angkat oleh Prabu Aradewa dari Petrapralaya. Akibat Luka dipelipis Surya putra agak parah, maka Batara Narada kemu dian memberikan penutup kepala, semacam topeng, dan sejak itu Suryapurra berjalan agak ndangak. Sebelum kembali ke kahyangan Ba tara Narada berpesan kepada Arjuna agar ke luarga Pandawa membantu Suryaputra dalam upaya memperistri Dewi Surtikanti. Baru saja Batara Narada pergi, datang seorang emban melapor kepada Prabu Salya kalau Dewi Surtikanti diculik oleh seorang raseksi dan dibawa terbang ke angkasa. Prabu Salya ke mudian meminta Arjuna untuk menemukan Dewi Surtikanti. Arjuna sanggup tetapi de ngan syarat, setelah ditemukan Dewi Surti­kanti harus dinikahkan dengan Suryaputra, Prabu Salya menerima syarat tersebut. Arjuna disertai Suryaputra, Bima dan Prabu Baladewa segera berangkat ke Negara Awangga.

15. ADEGAN DI NEGARA AWANGGA

Prabu Aradea menerima kedatangan ra seksi Kidanganti yang membawa Dewi Surti kanti. Sambil tertawa kegirangan Prabu Aradea membondong Dewi Surtikanti masuk ke kamar keputrian, Namun di tempat itu tclah menunggu Arjuna dan Suryaputra. Perang se ru terjadi antara Suryaputra melawan Prabu Aradea, sementara Arjuna menyelamat kan Dewi Surtikanti dan menyuruh nya bersembunyi di dalam cincin pu saka. Akhir peperangan, Prabu Aradea tewas dalam peperangan me lawan Suryaputra, sedangkan Kidanganti mati dalam peperangan melawan Bima.

16. ADEGAN DI KERA]AAN MANDARAKA.

Prabu Salya didampingi putra Rukma rata dihadap oleh Prabu Baladewa, Punta­dewa, Bima, Arjuna., Nakula, Sadewa dan Suryaputra. Prabu Salya sangat berterima ka sih kepada keluarga Pandawa, khususnya Ar juna yang telah menemukan kembali Dewi Surtikanti. Menepati janjinya, Prabu Salya, akan menikahkan Dewi Surtikanti dengan Suryaputra yang kini telah menjadi raja Awangga menggantikan Prabu Aradea. Pem bicaraan terhenti dengan kedatangan Prabu Duryudana disertai patih Sangkuni dan para Kurawa. Prabu Duryudana menanyakan ka pan pernikahannya dengan Dewi Surti kanti dilaksanakan. Prabu Salya men jawab, bahwa sesuai janjinya kepada Ar juna yang telah menemukan kembali Dewi Surtikanti, maka Dewi Surtikanti akan dijo dohkan dengan Suryaputra. Prabu Duryudana yang marah dengan keputusan itu segera mem beri isyarat kepada patih Sangkuni dan anak-anak Kurawa untuk merebut paksa Dewi Surtikanti. Peperangan terjadi antara anak-anak Kurawa melawan keluarga Pandawa dan Mandaraka. Anak-anak Kurawa kalah dan kembali ke negaranya dengan perasaan dongkol dan kecewa.

17. ADEGAN DI KERA]AAN MANDARAKA

Prabu Salya dihadap oleh Prabu Baladewa, Suryaputra dan keluarga Pandawa. Prabu Salya mengemukakan rasa syukurnya karena berbagai kemelut yang menimpa kerajaan Mandaraka telah teratasi dengan baik berkat bantuan keluarga Pandawa. Mereka kemudian berdoa bersama demi kesejahteraan bersama, dilanjutkan dengan makan berasama.

Sengkuni Tundung

Asal-Usul Versi Pewayangan

Dalam pewayangan, terutama di Jawa, Sangkuni bukan kakak dari Gandari, melainkan adiknya. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka. Sangkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Arya Suman.

Pada mulanya raja Kerajaan Plasajenar bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan Suman, berangkat menuju Kerajaan Mandura untuk mengikuti sayembara memperebutkan Kunti, putri negeri tersebut.

Di tengah jalan, rombongan Gandara berpapasan dengan Pandu yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Kerajaan Hastina setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina.

Sesampainya di Hastina, Gandari diminta oleh kakak Pandu yang bernama Dretarastra untuk dijadikan istri. Gandari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para Korawa, anak-anak Dretarastra, melawan para Pandawa, anak-anak Pandu.

Asal-Usul Nama Sangkuni

Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sangkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Gandamana.

Gandamana adalah pangeran dari Kerajaan Pancala yang memilih mengabdi sebagai patih di Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Pandu. Suman yang sangat berambisi merebut jabatan patih menggunakan cara-cara licik untuk menyingkirkan Gandamana.

Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba antara Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Tremboko. Maka terciptalah ketegangan di antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya.

Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu yang saat itu sedang labil segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Tiba-tiba Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek.

Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sangkuni, berasal dari kata saka dan uni, yang bermakna “dari ucapan”. Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.

Peristiwa Minyak Tala

Versi pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada Dretarastra supaya kelak diserahkan kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya.

Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para Korawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.

Namun, Sangkuni dengan licik lebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian Minyak Tala pun tumpah. Sangkuni segera membuka semua pakaian dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.

Sementara itu, cupu beserta sisa Minyak Tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama Drona yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut.

Sangkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.

Usaha-Usaha untuk Menyingkirkan Pandawa

Baik dalam versi Mahabharata maupun versi pewayanagan, Sangkuni merupakan penasihat utama Duryodana, pemimpin para Korawa. Berbagai jenis tipu muslihat dan kelicikan ia jalankan demi untuk menyingkirkan para Pandawa.

Dalam Mahabharata bagian pertama atau Adiparwa, Sangkuni menciptakan kebakaran di Gedung Jatugreha, tempat para Pandawa bermalam di dekat Hutan Waranawata. Namun para Pandawa dan ibu mereka, yaitu Kunti berhasil meloloskan diri dari kematian. Dalam pewayangan, peristiwa ini terkenal dengan nama Balai Sigala-Gala.

Usaha Sangkuni yang paling sukses adalah merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui permainan dadu melawan pihak Korawa. Kisah ini terdapat dalam Mahabharata bagian kedua, atau Sabhaparwa.

Peristiwa tersebut disebabkan oleh rasa iri hati Duryodana atas keberhasilan para Pandawa membangun Indraprastha yang jauh lebih indah daripada Hastinapura. Atas saran Sangkuni, ia pun mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Dalam permainan itu Sangkuni bertindak sebagai pelempar dadu Korawa. Dengan menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi sedikit harta benda, istana Indraprastha, bahkan kemerdekaan para Pandawa dan istri mereka, Dropadi jatuh ke tangan Duryodana.

Mendengar Dropadi dipermalukan di depan umum, Gandari ibu para Korawa muncul membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali. Karena kecewa, Duryodana mendesak ayahnya, Dretarastra, supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Dretarastra yang lemah tidak kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu.

Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah di tangan Sangkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.

Kematian di Kurukshetra

Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan Korawa. Namun pihak Korawa menolak mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya.

Pertempuran besar di Kurukshetra antara pihak Pandawa melawan Korawa dengan sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang yang juga terkenal dengan sebutan Baratayuda ini berlangsung selama 18 hari, di mana Sangkuni tewas pada hari terakhir.

Menurut versi Mahabharata bagian kedelapan atau Salyaparwa, Sangkuni tewas di tangan Sahadewa, yaitu Pandawa nomor lima. Pertempuran habis-habisan antara keduanya terjadi pada hari ke-18. Sangkuni mengerahkan ilmu sihirnya sehingga tercipta banjir besar yang menyapu daratan Kurukshetra, tempat perang berlangsung.

Dengan penuh perjuangan, Sahadewa akhirnya berhasil memenggal kepala Sangkuni. Riwayat tokoh licik itu pun berakhir.

Kisah versi asli di atas sedikit berbeda dengan Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada zaman Kerajaan Kadiri tahun 1157. Menurut naskah berbahasa Jawa Kuna ini, Sangkuni bukan mati di tangan Sahadewa, melainkan di tangan Bimasena, Pandawa nomor dua. Sangkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Tidak hanya itu, Bima kemudian memotong-motong tubuh Sangkuni menjadi beberapa bagian.

Kisah tersebut dikembangkan lagi dalam pewayangan Jawa. Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh Minyak Tala bahkan sempat membuat Bima merasa putus asa.

Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena Minyak Tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima.

Ilmu kebal Sangkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.

Pada sore harinya Bima berhasil mengalahkan Duryudana, raja para Korawa. Dalam keadaan sekarat, Duryudana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryudana. Duryudana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati.

Akibat gigitan itu, Sangkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryudana. Ini membuktikan bahwa pasangan sejati Duryudana sesungguhnya bukan istrinya, melainkan pamannya yaitu Sangkuni yang senantiasa berjuang dengan berbagai cara untuk membahagiakan para Korawa.